WELL COME

Selamat datang di alamat Blog MKKS SMA Kota Tegal

Kamis, 04 Maret 2010

KEPRIHATINAN

HOT!! Terkuak, 20 Siswi SMPN Tambora Jadi PSK di Kalijodo

SEBANYAK 20 siswi sebuah SMP negeri di Tambora, Jakarta Barat, kerap mangkal menunggu pria hidung belang di lokasi prostitusi liar. Para siswi ini nekat terjun ke dunia malam agar memiliki uang dan handphone (HP) model terakhir.

Adanya siswi SMP negeri di Tambora yang menjajakan diri di lokasi prostitusi ini dipergoki oleh guru sekolah bersangkutan. Beberapa waktu lalu, sang guru mengikuti razia wanita pekerja seks komersial (PSK) di Sunter, Jakarta Utara.

Razia ini dilakukan aparat Tramtib Pemprov DKI. Sang guru terkejut ketika salah satu wanita malam yang terjaring razia adalah anak didiknya yang duduk di kelas dua. Si murid mengaku dirinya telah enam bulan menjajakan diri. Dia juga mengatakan ada 19 rekannya yang juga terjun ke dunia malam dan mangkal di lokasi prostitusi liar Kalijodo di perbatasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara atau tak jauh dari sekolah mereka. Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga para siswi tersebut korban sindikat perdagangan manusia. Mereka dibujuk sedemikian rupa agar mau terjun ke dunia malam. Arist mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini.

Punya uang

Berdasarkan pengakuan siswi yang terjaring razia PSK di Sunter, pihak sekolah memanggil 19 siswi yang mangkal di Kalijodo. Para siswi mengaku nekat terjun ke dunia malam karena silau oleh seorang rekan yang nyambi menjadi PSK sehingga memiliki banyak uang dan barang-barang berharga mahal.Gayung bersambut. Si siswi merangkap PSK tersebut bersedia menyalurkan kawan-kawannya. Dia menghubungi pengelola sebuah warung sekaligus tempat penginapan sederhana di Kalijodo. Tak lama kemudian, hampir tiap malam, ke-19 siswi SMP tersebut mangkal di Kalijodo. Informasi yang dihimpun Warta Kota menyebutkan, sejauh ini pihak sekolah belum memberikan sanksi terhadap ke-20 siswi itu. Namun, saat pembagian rapor, akhir pekan lalu, orangtua ke-20 siswi tersebut diminta menjaga putrinya lebih ketat. Imbauan serupa juga disampaikan kepada para orangtua murid lainnya.In, orangtua murid SMP tersebut, mengatakan awalnya dia tidak percaya ada siswi sekolah tersebut yang menjajakan diri di lokasi prostitusi. Setelah bertanya ke sana kemari, In percaya bahwa ada siswi sekolah tersebut yang menjual diri. "Kami diminta untuk menjaga putri kami agar tidak terjerumus dalam dunia hitam. Sebab sudah ada 20 pelajar yang terjerumus," katanya, Jumat (26/12).

Geger
Kabar tentang 20 siswi yang nyambi jadi wanita penghibur ini menggegerkan masyarakat yang tinggal di dekat SMP negeri tersebut. AG, warga Jembatanbesi, Tambora, mengatakan bahwa kabar tentang 20 siswi SMP yang menjajakan diri di lokasi pelacuran bukanlah kabar bohong. "Saya tahu dari guru yang ikut dalam razia itu," katanya, kemarin. AG menambahkan, "Menurut guru tersebut, razia dilakukan di Sunter, Jakarta Utara. Salah satu PSK yang tertangkap adalah siswi sekolah ini." Kaum ibu yang tinggal di Jembatanbesi juga membicarakan ulah para siswi tersebut. "Saya tahu ini dari para orangtua murid sekolah itu," kata Ny Yuli, warga setempat. Yuli mengaku terperanjat ketika mendengar untuk pertama kali ada siswi SMP negeri di Tambora yang nekat menjadi PSK. "Mereka itu kan masih anak-anak, tapi mengapa bisa sampai demikian," tuturnya.Hingga kemarin Warta Kota belum mendapat penjelasan dari pihak sekolah bersangkutan. Kemarin siang, ketika mendatangi sekolah tersebut, Warta Kota tak menjumpai kepala sekolah maupun guru. "Sekolah libur sampai 4 Januari. Sekolah mulai lagi tanggal 5 Januari," kata Rika, orangtua murid sekolah itu.Sementara itu, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestro Jakarta Barat AKP Sri Lestari mengaku belum mengetahui adanya kasus siswi sebuah SMP di Tambora yang menjajakan diri di Kalijodo maupun Sunter. "Saya prihatin dengan kejadian ini. Saya akan mengecek kebenarannya," katanya, kemarin. Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Sukesti Martono juga mengaku belum mengetahui kasus tersebut. "Saya akan pastikan dulu kebenarannya. Kalau bisa jangan disebarluaskan dulu," katanya, kemarin.Peran orangtua. Sekjen Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga para siswi sebuah SMP negeri di Tambora tersebut merupakan korban sindikat perdagangan manusia. "Saya menduga ini ada sindikatnya, mereka terus merekrut remaja hingga jumlahnya banyak seperti itu," ujarnya ketika dihubungi semalam. Arist juga mengatakan, dari sisi kejiwaan, remaja sangat labil dan mudah dipengaruhi, termasuk dipengaruhi untuk berbuat di luar norma kesusilaan. Kaum remaja semakin mudah terpengaruh jika diiming-imingi hadiah berupa handphone dan uang. "Mereka itu belum mengerti benar apa yang mereka lakukan, sehingga keperawanan tidak lebih mahal dari sebuah handphone. Terjadinya situasi ini juga pengaruh konsumerisme di kalangan remaja," kata Arist. Menurut Arist, usia remaja bukanlah usia yang harus terbebani dengan problem mendapatkan uang untuk hidup. Namun akibat konsumerisme maupun hedonisme, banyak remaja yang kini termotivasi mendapatkan uang dan barang yang lebih baik dari teman-temannya. Di sisi lain, sang orangtua tidak mau ataupun tidak mampu memenuhi tuntutan gaya hidup anaknya.

Menghadapi anak usia remaja, kata Arist, orangtua harus memberikan perhatian lebih dan mendampingi anaknya dalam menghadapi konsumerisme. Para orangtua juga harus curiga ketika sang anak berubah gaya hidupnya, misalnya pulang malam atau punya banyak uang tanpa asal yang jelas."Mungkin juga si anak ganti-ganti HP dan tidak lagi meminta uang jajan. Ini harus mendapat perhatian orangtua. Sesibuk apa pun orangtua, harus ada komunikasi dengan anak," kata Arist.

Ingin Hidup Mewah, 25% Pelacur Sukabumi adalah Siswi Sekolah!!



Sekitar 25 persen dari 239 wanita pekerja seks (WPS) langsung di Kota Sukabumi, Jawa Barat, berasal dari kaum pelajar yang disebabkan oleh keinginan hidup mewah.
(Antaranews-Jakarta,2 Desember 2009)

Sebanyak 20 siswi sebuah SMP negeri di Tambora, Jakarta Barat,kerap mangkal menunggu pria hidung belang di lokasi prostitusi liar. Para siswi ini nekat terjun ke dunia malam agar memiliki uang dan handphone model terakhir.
(Kompas-Sukabumi, 27 Desember 2008.)

Dua berita di atas terjadi pada tempat dan tahun berbeda. Satu di ibukota pada 2008, sedangkan satu lagi terjadi 2009 di sebuah kota yang terletak 115 km sebelah selatan Jakarta. Kedua berita tersebut berbicara tentang prostitusi kalangan pelajar. Dan kedua motif prostitusi pelajar tersebut sama yakni munculnya paradigma "gaya hidup mewah/konsumerisme mewah dan seks bebas".

Paradigma ‘gaya hidup mewah/konsumerimse" ini begitu cepat merasuki generasi muda terutama kaum pelajar yang berada di perkotaan, dan tidak tertutup kemungkinan di daerah jauh dari perkotaan mengingat begitu cepatnya 'sosialisasi' paradigma ini melalui teknologi multimedia (TV, majalah, internet). Meskipun Sukabumi berjarak 115 km dari Jakarta, toh sudah ditemukan pelajar yang bertindak menyimpang. Bagaimana tidak, tidak hanya seks bebas (free sex) yang menjadi hal biasa bagi sebagian kalangan remaja di perkotaan, namun transaksi prostitusi sudah terang-terangan terjadi pada anak-anak dibawah umur (17 tahun).

Berdasarkan hasil survei Komnas Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 provinsi pada 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa :
- Sebanyak 93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks.
- Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan.
- Sebanyak 21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi.
- Dari 2 juta wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja perempuan.
(Nusantaraku, Desember 2008.)

Pelacur Kalangan Pelajar, Melacur Karena Gaya Hidup Mewah

Kata PSK atau pekerja seks komersial selama ini dialamatkan bagi mereka yang melacurkan diri karena faktor ekonomi atau sebagai profesi. Karena kondisi ekonomi yang tertekan, maka banyak wanita yang melacurkan diri untuk menghidupi keluarga atau ‘terpaksa' karena tidak ada lapangan pekerjaan. Namun dari sekian banyak tipe PSK ini, tidak sedikit dari mereka yang telah terjebak oleh mafia perdagangan manusia atau mengalami frustasi luar biasa. Mereka ini menjadi korban ekonomi dan kejahatan perdagangan manusia.

Bila PSK selama ini diasosiasikan sebagai pekerja demi memenuhi kebutuhan hidup mendasar, namun beberapa tahun terakhir, menjadi PSK tidak semata-mata lagi karena faktor ekonomi. Moti para siswi sekolah yang menjajahkan diri dengan harga beragam dari Rp 150.000 hingga beberapa juta mulai bergeser. Menurut Korlap Gerakan Narkoba dan AIDS (GPNA) Kota Sukabumi, Den Huri, menyebutkan bahwa terjadi pergeseran motif, dari faktor ekonomi menjadi gaya hidup mewah.

"Dulu, penyebab para pelajar menjadi WPS lantaran faktor ekonomi. Namun, saat ini mulai bergeser menjadi gaya hidup mewah"
Den Huri, Korlap GNPA Sukabumi (Antaranews)

Menurut Den Huri, para pelajar yang kurang mampu tergiur dengan temannya yang memiliki barang mewah, seperti handphone dan lainnya, sehingga mereka berkeinginan untuk menjadi PSK. Aktivitas PSK para pelajar dilakukan secara sembunyi-sembunyi dengan menggunakan fasilitas ponsel. Mereka tidak menjajakan dirinya secara terbuka seperti PSK lainnya.

Berdasarkan data yang ada, jumlah PSK di Kota Sukabumi mencapai 776, yang terdiri dari PSK langsung sebanyak 239 orang dan PSK tidak langsung (sampingan) sebanyak 537 orang. Dari 239 orang PSK langsung tersebut, 25% atau 60 orang PSK tersebut berasal berasal dari kaum pelajar. Para pelajar ini melacurkan diri lebih disebabkan oleh keinginan hidup mewah.

Melacur Keperawanan, Siswi SMP Tambora dihargai Rp 2 Juta

Pernyataan dan data yang disampaikan Den Huri tersebut tidaklah jauh dari realitas yang dialami oleh pelajar SMP pada akhir tahun 2008 silam. Sebanyak 20 siswi SMP Tambora (umumnya kelas 3 SMP) yang sering mangkal daerah Kalijodo dapat dijaring setelah salah satu siswi tertangkap basah oleh satpol PP DKI Jakarta bersama pihak-pihak terkait (SuryaOnline). Setelah melalui penelusuran panjang, para pelajar ini akhirnya mengakui bahwa mereka masuk ke dunia prostitusi karena "tidak tahan melihat" gaya hidup mewah dari rekan-rekannya dari orang kaya. Para siswi ini nekat terjun ke dunia malam hanya karena ingin memiliki uang, barang-barang mewah termasuk handphone model terakhir.

Hasrat yang tinggi untuk memiliki barang mewah tersebut disambut oleh para mucikari sebagai ‘gayung bersambut', menjadikan ini peluang emas meraup keuntungan. Transaksi seks ABG ini dikoordinasi beberapa mucikari yang biasa beroperasi di Lokasari, Jakarta Barat. Melalui mucikari inilah para siswi yang masih di bawah umur itu dipertemukan dengan pria-pria hidung belang. Dari pengakuan beberapa siswi tersebut diketahui bahwa petualangan mereka diawali dengan menjual keperawanan kepada pria hidung belang Rp 2 juta (SuryaOnline). Setelah keperawan mereka terjual seharga Rp 2 juta, lalu para siswi 15-an tahun ini meneruskannya menjadi penjaja seks dengan tarif setiap kencan Rp 300.000.

"Sekarang gue lagi jomblo. Sudah dua tahun putus. Sakit juga! Habis pacaran empat tahun, dan sudah kayak suami-istri. Dulu, tiap kali ketemu, gejolak seks muncul begitu saja. Terus ML (making love) deh. Biasanya kita lakuin kegiatan itu di hotel. Kadang di rumah juga, kalau orang rumah lagi pergi semua. Kalau rumah nggak lagi sepi ya paling cuma berani ciuman dan raba sana-sini. Buat gue, semua itu biasa. Gue nglakuinnya karena merasa yakin doi bakal jadi suami gue. Gue nggak takut dosa. Kan kita sama-sama mau.."
-Pengakuan Neila (nama samara), pelajar kelas sebuah SMA di Jakarta Timur sehabis UAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar